Air Force One, The Flying White House
Selain magnet Presiden Obama dan segala perangkat yang datang bersamanya, salah satu hal yang layak menjadi pusat perhatian adalah pesawat yang bakal membawa Presiden Amerika Serikat itu mendarat di Indonesia, Selasa (9/11/2010). Pesawat putih bergaris biru jenis Boeing VC-25 yang merupakan modifikasi dari Boeing 747-200B itu acap disebut sebagai Air Force One, meski Air Force One sendiri sebenarnya callsign untuk pesawat yang ditumpangi Presiden AS, apa pun pesawatnya.
Berikut adalah tulisan mengenai Air Force One yang dimuat di majalah Commando, edisi khusus pesawat Kepresidenan Amerika Serikat. Bukan sekadar fisik pesawatnya yang menjadi lambang kehadiran Presiden AS, melainkan simbol-simbol lain yang melekat padanya menunjukkan siapa yang menjadi penumpangnya.
Saat roda-roda VC-25 Air Force One menyentuh landasan di negara sahabat, pesawat ini tidak hanya menjadi simbol kepresidenan Amerika Serikat, tetapi sekaligus proyeksi kekuatan secara halus.
Tidak seperti negara-negara lain yang hanya menggunakan satu pesawat kepresidenan dan datang secara low profile, kedatangan pesawat kepresidenan AS selalu merupakan sebuah pertunjukan besar. AS menuntut lebih dari sekadar gelaran karpet merah dan barisan prajurit kehormatan. Air Force One datang dengan paket lengkap, dan selalu merepotkan negara yang dikunjungi.
Selain diiringi atau didahului oleh C-17 Globemaster III atau C-5 Galaxy yang membawa semua perlengkapan sang presiden, seperti helikopter Marine One, limusin kepresidenan, dan para agen US Secret Service, bisa dipastikan ruang udara di sekitar bandara sudah harus dikosongkan. Penerbangan lain ditunda atau dibatalkan, dan area di sekitar tempat parkir AF I juga harus disterilkan dan bahkan dijaga oleh agen-agen US Secret Service. Terkesan boros, berlebihan, dan tidak menghargai yurisdiksi dan kedaulatan negara yang disinggahi memang. Namun, fakta itulah yang mengemuka di tiap negara yang pernah dikunjungi Presiden AS.
Terlepas dari segala kontroversinya, dari segi kekuatan dan teknologi militer, hanya sedikit yang bisa menyamai AS. Ditambah kebijakan luar negeri AS yang menggelar perang di berbagai negara, sudah jelas Presiden AS selalu menjadi sasaran tembak dari berbagai pihak yang tidak menyenangi kebijakan AS. Bila Presiden AS di dalam negeri saja menerima sampai 300 ancaman setiap harinya, sudah jelas jumlah ancamannya akan lebih besar bila ia mengadakan perjalanan ke luar negeri.
Maka, setiap kunjungan Air Force One adalah pertunjukan kekuatan AS secara halus. Pesawat ini dirancang tidak seperti pesawat kepresidenan lain. Sistem komunikasinya mampu menjangkau seluruh titik di Bumi, sistem proteksinya mampu melindungi dari segala ancaman, dan kehadiran pesawat berkelir biru ini mampu menggentarkan hati siapa pun yang melihatnya. Semua awaknya pilihan dari yang terbaik, terdedikasi dalam melayani presiden dan tak jarang pula tercipta hubungan erat antara presiden dan para awak Air Force One, serta orang-orang yang pernah terbang bersamanya.
Tidak sekadar pertunjukan kekuatan, pada akhirnya event yang terjadi pada 11 September 2001 menjadi justifikasi kehadiran Air Force One. Saat itu "Taj Mahal Terbang" ini menjadi pusat komando bagi Presiden AS, mengamankannya dari kekacauan keamanan dan komunikasi yang terjadi di bawah. Air Force One melindungi presiden di dalam perutnya, memberinya kesempatan untuk mengambil keputusan terbaik, dan menguatkan sebuah negara yang berada dalam kebingungan dan kekacauan.
Saat-saat terberat tersebut menjadi pembuktian bahwa pemilihan pesawat VC-25 dengan basis Boeing 747-200 bukanlah berlebihan. Dengan jarak tempuh sepertiga keliling Bumi dan durasi terbang cukup lama, VC-25 menjadi platform ideal sebagai Air Force One, sekaligus memberikan tantangan, adakah pesawat lain yang bisa menggantikan fungsinya kelak?
VC-25, pesawat terbaru yang digunakan sebagai pesawat kepresidenan AS Air Force One, dibangun berbeda dengan pendahulunya. Pesawat gigantis satu ini berhasil melakukan satu hal yang tak pernah bisa dicapai pendahulunya: menjadi Gedung Putih terbang, simbol kedigdayaan AS di udara.
Pesawat VC-25 yang masuk sebagai armada Air Force One tahun 1990 memang bukan pesawat pertama yang dibangun sebagai pesawat khusus kepresidenan. Akan tetapi, AU AS membangun VC-25 dengan pendekatan berbeda.
Bersamaan dengan lahirnya VC-25, paradigma sebuah pesawat kepresidenan turut berubah. Tidak sekadar membuat pesawat VIP, tapi mereka menjadikannya sebagai kantor bergerak. Lebih dari itu, pesawat ini juga menjadi pusat kendali bagi presiden AS saat harus berada jauh dari Gedung Putih.
Dari luar, sekilas tidak ada yang tampak berbeda dari sosok dua VC-25, SAM 28000, dan 29000 yang mengambil basis pesawat komersial Boeing 747-200. Mesin yang digunakan pun sama, 4x General Electric CF6-80C2B 1 turbofan, yang masing-masing menyemburkan daya sebesar 56.700 pon, cukup untuk membawa pesawat melesat pada kecepatan jelajah Mach 0,84-0,9.
Jarak terbangnya juga hampir sama. Sekali isi bahan bakar penuh, pesawat ini bisa terbang sampai 13.000 km dan masih bisa ditambah dengan pengisian bahan bakar di udara berkat bantuan automated aerial refueling (AAR) yang tersimpan di balik tonjolan di hidung pesawat. Akan tetapi, persamaannya berhenti di sini. Di bagian lainnya, pesawat ini bukanlah B747-200. la adalah sebuah pesawat kepresidenan sejati.
Untuk memudahkan dalam membayangkan bagian dalam VC-25, ada baiknya jika kita memulainya secara sistematis.
Layaknya B747, VC-25 memiliki tiga dek atau lantai. Berbeda dengan B747 biasa yang hanya bisa diakses lewat stairway atau garbarata, VC-25 didesain secara mandiri agar bisa beroperasi dari bandara dengan fasilitas minim.
Kunci akses VC-25 tepat terletak pada dua pintu airstair di sisi kiri fuselage. Satu pintu terletak di bawah pintu utama VC-25, dan satu pintu lagi jauh di belakang. Dari sinilah para kru Air Force One memasuki pesawat melalui tangga yang berujung di dek utama.
Tepat di perut pesawat, di belakang pangkal sayap utama sebelah kiri, terdapat pintu kargo yang dilengkapi ban berjalan. Seluruh kargo bisa dinaikkan secara mandiri, bebas dari sentuhan petugas ground handling bandara setempat, untuk meminimalkan adanya penyelundupan barang berbahaya, seperti senjata atau peledak.
Sekarang bayangkan Anda sebagai seorang presiden. Begitu kaki menjejak dek utama, petugas komunikasi akan mengumumkan, "Attention on board the aircraft, the President has arrived, we are now Air Force One". Hanya ketika presiden AS di pesawat, salah satu dari VC-25 yang dinaiki akan menerima callsign Air Force One. Bila tidak, pesawat hanya akan disebut SAM 28000 dan 29000.
Ke mana Anda akan melangkahkan kaki di pesawat dengan luas area 370 meter persegi?
Bila lelah, berbeloklah ke kiri. Bila berjalan sampai di ujung, Anda akan sampai di ruang pribadi presiden. Selain sebuah meja kerja pribadi, terdapat dua sofa panjang yang bisa dikonfigurasi ulang menjadi tempat tidur, berhiaskan Presidential Seal, berlapis wol biru garbadine.
Sayang, kedua sofa tadi tidak bisa disatukan dan tetap terpisah, bahkan saat berubah menjadi tempat tidur sehingga Anda tak bisa tidur bersisian dengan ibu negara.
Tapi jangan khawatir. Untuk menutup jendela pandang, tidak perlu susah menutupnya satu demi satu. Tekan saja tombol di sisi tempat tidur, tirai otomatis akan turun.
Bila perlu menyegarkan diri, tinggal gunakan kamar mandi yang dilengkapi handuk berinisial nama presiden dan juga shaver elektrik. Sesudah itu, buka lemari yang ada di depan pintu kamar mandi, tempat Anda menaruh jas pribadi dan pakaian lainnya.
Tepat di belakang ruang pribadi, terdapat medical room yang biasanya dijaga dokter kepresidenan yang ikut dalam perjalanan. Fasilitas medisnya sangat lengkap, termasuk mesin sinar-X, lemari obat, dan bahkan meja operasi. Situasi darurat medis seperti penanganan luka tembak atau operasi usus buntu bisa dilakukan di sini. Ada pula mesin treadmill, yang ditambahkan pada era George W Bush.
Kalau Anda memutuskan berbelok ke kanan, yang pertama ditemui adalah satu set kursi kerja berbalut kulit, baru kemudian koridor-koridor yang ada di sisi kiri dan kanan. Di sepanjang koridor terdapat sofa panjang dan sofa individual. Sofa boleh diduduki oleh para pejabat tinggi Gedung Putih yang turut serta, walaupun sebenarnya ini adalah tempat beristirahat para agen US Secret Service.
Lalu, ada apa di belakang lounge dek utama? Kalau Anda tebak ruang rapat, salah total. Berbeda dengan pesawat lain, galley utama Air Force One justru terletak di tengah-tengah dek utama. Di sini, ada dua galley yang dapat menyiapkan makanan hangat untuk 100 orang dengan standar hotel bintang lima. Peralatannya begitu lengkap dengan oven dan kompor fungsional, sampai mesin cuci piring.
Dengan peralatan tersebut, staf bisa menyediakan makanan ringan, seperti kopi dan pastry, sampai burger steak saus mustard-keju welldone seperti pesanan Obama dalam penerbangan perdananya dengan Air Force One. Di galley terdapat daftar makanan dan minuman kesukaan presiden dan pejabat tinggi lainnya.
Di belakang galley, ada ruangan kecil tempat staf senior presiden seperti White House Chief of Staff dan National Security Advisor bisa melakukan rapat pribadi dengan presiden. Di dalam ruang kerja ini, presiden bisa bekerja sendiri, dan staf yang dipanggil bisa duduk di sofa panjang yang tersedia di dalamnya. Di belakangnya, terdapat satu ruangan yang dibuat sangat kedap udara karena di sinilah letak main conference room. Di ruangan yang didominasi unsur furnitur kayu ini, terdapat meja panjang yang dikelilingi kursi rapat serta masih dikelilingi lagi oleh sofa. Fungsinya sama seperti situation room di Gedung Putih, tempat presiden bisa melakukan rapat dengan seluruh pejabat tinggi Gedung Putih, membicarakan berbagai krisis dan segala situasi yang dirasa urgen.
Ruangan ini dilengkapi telepon satelit dan jalur telepon antisadap yang bisa menghubungi nomor telepon mana pun di seluruh dunia, termasuk awak kapal selam nuklir AL AS dan bahkan para astronot NASA yang sedang bertugas di orbit Bumi. Ruang ini juga bisa menerima siaran langsung data video yang dikirim dari mana pun di seluruh dunia, termasuk dari berbagai kedubes AS. Di sini pula biasanya presiden menyedakan makan malam bersama dengan para penasihatnya.
Tepat di belakang main conference room, ada ruang kerja bagi para staf Gedung Putih. Tersedia konektivitas broadband sehingga para staf bisa mengirimkan e-mail dan mencari data yang mereka butuhkan atau yang diminta presiden. Di belakangnya ada pula cubicle kecil tempat ruang rapat bila diperlukan. Tepat di belakang mereka, terdapat satu ruangan besar sehingga koridor pun berakhir di sini. Di bagian paling belakang, terdapat ruangan tempat duduk bagi korps pers yang diizinkan ikut melawat bersama presiden.
Awak pers naik dari air stair belakang. Naik tangga langsung menuju ruangan ini. Terdapat 20 kursi dengan konfigurasi 2-2 yang bisa diselonjorkan agar para wartawan merasa nyaman selama perjalanan. Sesuai hukum dalam AF 1, penumpang penerima clearance boleh bergerak ke ruang di belakangnya, ke samping kiri-kanan, namun tidak boleh bergerak ke ruang di depannya. Oleh karena itu, agar wartawan tidak nyelonong masuk ke ruang para staf Gedung Putih di depannya, dibuatlah ruang security section yang berisikan Air Force One Security Details, yang personelnya diambil dari prajurit AU AS, dipimpin Chief of AR Security Details.
Naik ke dek ketiga yang hanya bisa diakses lewat satu tangga di depan ruang staf senior, terletak otak komunikasi dan pengendalian Air Force One. Ruangan ini tergolong off limit bagi sebagian besar penumpang Air Force One karena kesensitifan peralatannya. Dari tangga naik, kita langsung bertemu ruang communications center yang mengurus segala sistem komunikasi dan sinyal, bahkan juga pengoperasian radar. Di dalamnya terdapat segala perangkat komunikasi yang mengatur hubungan 87 sambungan telepon di dalam Air Force One.
Terdapat dua kategori telepon di dalam AF l. Putih untuk telepon pribadi, coklat untuk komunikasi aman yang dienkripsi datanya. Bagi presiden, tersedia telepon satelit Cisco systems berwarna abu-abu yang dilengkapi caller-ID, yang jenisnya sebenarnya tak berbeda jauh dengan telepon Cisco yang terpasang di banyak kantor di Indonesia. Para operator bisa melihat dari mana telepon masuk melalui satu dari enam layar display multifungsi dengan antarmuka touchscreen. Ruang ini juga menyediakan sambungan broadband internet, dan siaran televisi satelit bagi keseluruhan AF1, dan tahu ke mana saja tiap individu mengirimkan datanya. Satu fungsi yang tidak diakui oleh AF1, juga adanya layar yang menampilkan data seperti milik ATC bandara. Di display tersebut ditampilkan data azimut, arah, kecepatan, dan ketinggian segala obyek terbang yang ada di sekitar Air Force One.
Bergerak ke depan, kita tidak akan langsung berhadapan dengan kokpit, tetapi harus melewati lounge yang berisi tempat duduk dan meja. Di sini kapten pilot bisa mempelajari rute sebelum terbang, melihat data intelijen yang tersedia, atau mendiskusikan berbagai hal dengan kopilot, F/E, dan navigator sebagai taklimat pribadi sebelum terbang. Atau sebagai tempat beristirahat apabila mengalami kelelahan dalam penerbangan jarak jauh. Begitu kita bergerak lagi ke depan, sampailah kita ke kokpit Air Force One.
Berbeda dengan kebanyakan maskapai penerbangan yang menggunakan pesawat modern dengan sistem glass cockpit, Anda mungkin akan terkejut melihat setting-an klasik kru Air Force One. Ada pilot, kopilot, navigator, dan flight engineer. AF1 menerapkan sistem dual captaincy. Baik pilot maupun kopilot sebenarnya memiliki rating dan kualifikasi menerbangkan VC-25 dengan sama baiknya. Keterkejutan juga akan muncul saat melihat panel instrumennya, karena semua dibiarkan menggunakan teknologi analog.
Pakem ini dipilih karena instrumen analog dipercaya lebih resisten terhadap serangan gelombang electromagnetic pulse (EMP) yang muncul dalam event serangan nuklir dibanding panel digital. Panel digital barn tampak pada konsol tambahan bagi navigator, tepat di belakang kursi pilot, yang tidak ada pada pesawat komersial. Tugasnya sama seperti navigator lainnya, memberikan rute arah, kondisi di sekitar pesawat seperti arah angin dan cuaca bagi pilot. Yang tampak di konsolnya adalah horizon artifisial, peta bintang, dan dua layar radar. Satu jelas merupakan radar cuaca, sementara yang satu lagi tampak seperti radar tempur untuk mendeteksi obyek di sekitar Air Force One.
Dengan segala kecanggihan yang dimiliki, pesawat ini mampu menembus cuaca buruk, seperti yang terjadi saat kedatangan Obama, Selasa (9/11/2010) sore ini
Mendesain pesawat yang nyaman bagi presiden hanya terdengar omong kosong bila melupakan satu faktor lainnya: aman. Sebagai "Gedung Putih Terbang", pesawat yang memiliki 57 antena dan kabel sepanjang 257 mil (413,6 km) ini dilengkapi berbagai sistem pertahanan dengan spesifikasi yang dirahasiakan. Dari hal yang paling mendasar, sistem kabel (wiring) di dalam Air Force One (AF 1) tidak menggunakan kabel tembaga dan chip komputer biasa. Keberadaannya digantikan kabel fiber optik dan chip berbahan gallium arsenide yang tahan gelombang EMP.
Untuk menghadapi ancaman lebih nyata dibanding ancaman ledakan nuklir seperti rudal antipesawat, AF 1 dilengkapi dispenser flare dan chaff, cukup untuk membutakan rudal pencari infra merah atau radar. Akan tetapi, sebenarnya sistem pertahanan utama antimisil tidak sekadar bertumpu pada chaff dan flare. Maklum, dengan tubuh gambot, sudah tentu emisi panas pesawatnya luar biasa. Sekali rudal meluncur, AF 1 yang besar dan berat tentu tak bisa leluasa bermanuver menghindar layaknya jet tempur. Salah-salah, panasnya flare masih kalah dari panas gas buang mesin GE CF6, yang merupakan mesin turbofan dengan daya dorong terbesar di dunia (sebelum Trent 900 lahir).
Air Force One Hybrid |
Hebat... tapi ALLOH SUBHANAHUWATA'ALA tetap Yang Maha Hebat... jika ALLOH SUBHANAHUWATA'ALA berkehendak untuk menghancurkan, pasti terjadi dan tidak akan ada yang sanggup mencegahnya.
BalasHapusDan Dia-lah ALLOH Yang Maha Menguasai segala sesuatu...
GOBLOK LUH ANONIM....
BalasHapusYANG DIBAHAS APA NGOMONGNYA APA